28 Juni 2025 | Mengenali Kehendak Allah | Series: Menghidupi Kuasa Kebangkitan-Nya | Pengajaran Saat Teduh
Menunggu atau Memaksa: Jalan Tuhan vs Jalan Sendiri.
Kejadian 16:2 (TB) Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.
Galatia 3:3-4 (TB) Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?
Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!
Shalom, Puji nama Tuhan Yesus Kristus, bersyukur saudara-saudari yang terkasih CMNC's terus bertumbuh didalam pengenalan akan Allah yang benar melalui pengajaran dan kesaksian.
Penulis bersyukur karena kasih karunia Allah, kita ada sebagaimana kita ada sekarang, dan kasih karunia yang diberikannya kepada gerejaNya tidak sia-sia. Penulis berdoa: Biarlah bertambah-tambah iman dan kasih kepada Allah dan seorang akan yang lain, serta menguduskan pribadi gerejaNya seutuhnya sehingga roh, jiwa, tubuhnya terpelihara sempurna.
Tuhan melayakkan gerejaNya bagi panggilan Kristus dan dengan kekuatanNya menyempurnakan kehendak gerejaNya untuk berbuat baik dan menyempurnakan segala pekerjaan iman. Supaya dalam nama Yesus, Tuhan kita dimuliakan didalam gerejaNya dan gerejaNya di dalam Kristus, menurut kasih karunia Allah kita dan Tuhan Yesus Kristus.
Biarlah Tuhan memberikan Roh hikmat dan wahyu mengajarkan gerejaNya untuk mengenal Allah dengan benar. Hari ini bukalah hati dan pikiran gereja Tuhan untuk belajar tentang:
Perbandingan antara iman yang sabar dan tindakan tergesa karena kecewa.
Terkadang dalam hidup kita percaya pada janji Tuhan, namun waktu terus berjalan tanpa kejelasan. Kita mulai bertanya: "Tuhan, apakah Engkau lupa?" Dalam keheningan yang panjang, iman diuji, dan seringkali kita tergoda untuk mengambil alih kendali.
Kisah Abraham, Sara, dan Hagar dalam Kejadian 16 adalah cermin hati manusia—yang percaya, namun bisa rapuh saat menunggu.
Tuhan telah menjanjikan kepada Abram bahwa keturunannya akan seperti bintang di langit (Kejadian 15:5). Tapi ketika waktu berlalu dan tidak ada tanda-tanda kehamilan, Sara mulai kecewa dan lelah menunggu.
Sara kemudian merancang solusi sendiri: memberikan Hagar, hambanya, kepada Abraham sebagai istri kedua.
Siapakah Hagar?
Hagar adalah seorang budak perempuan asal Mesir yang bekerja di rumah Abram (Abraham) dan Sarai (Sara). Dalam konteks zamannya, Hagar tidak memiliki hak, status, atau suara. Ia hanyalah “properti” milik majikannya—seorang asing di tanah orang, seorang wanita dalam masyarakat patriarkal, dan seorang budak tanpa pilihan hidup.
Abram sudah 10 tahun tinggal di Kanaan. Jadi Hagar sudah ada di rumah Abram paling tidak sejak Abram datang ke Mesir (Kejadian 12:10–20), yaitu sekitar tahun pertama di Kanaan, dan menjadi budak sejak saat itu.
Hagar kemungkinan sudah berada di rumah Abram sejak tahun pertama Abram di Kanaan (± usia Abram 75–76 tahun).
Ia menjadi budak Sara selama ±10 tahun sebelum dijadikan istri pengganti.
Ia tinggal di rumah itu total sekitar 20–25 tahun, hingga akhirnya diusir bersama Ismael.
Sarai memilih Hagar sebagai pengganti untuk mengandung anak Abram (Kejadian 16:2).
Ini menunjukkan bahwa Hagar adalah wanita muda yang sehat secara jasmani dan menarik secara fisik.
Usia Hagar saat itu mungkin antara 16–25 tahun, karena usia budak wanita biasa digunakan untuk pekerjaan rumah atau peran istri dalam budaya zaman itu
Meskipun Hagar hanyalah budak, Sarai menilai dia cukup layak secara fisik dan sosial untuk dipilih sebagai pembawa keturunan Abram.
Di budaya Timur Tengah kuno, wanita cantik dan sehat sering dijadikan selir atau istri kedua, terutama oleh tuan rumah.
Abraham percaya pada janji Tuhan...
Tetapi ia tidak bertanya kepada Tuhan sebelum mengikuti usul Sara.
Sara berharap pada janji Tuhan...
Tapi ia mulai merasa Tuhan tidak bertindak, dan memilih mengatur jalan pintas sendiri.
Hagar, budak Mesir...
Diperalat dalam konflik iman dan rencana manusia. Ia menjadi korban dari kegagalan dua orang yang tidak sabar menunggu waktu Tuhan.
Hasilnya? Ismael lahir.
Tapi lahir pula konflik rumah tangga, rasa hina, luka hati, dan kehancuran relasi.
Tim Keller berkomentar:
“Ketika kita membangun identitas kita bukan di atas apa yang Tuhan lakukan, tetapi di atas apa yang kita lakukan untuk Tuhan—kita akan kecewa, dan akhirnya kita akan menggunakan orang lain sebagai alat untuk mencapai impian kita.”
Ini adalah legalisme rohani yang berbahaya: kita berusaha mendapatkan kasih Tuhan dengan usaha sendiri.
“...kita akan kecewa...” Kenapa kecewa?
Karena dunia ini tidak selalu membalas sesuai kerja keras kita. Bahkan pelayanan pun tidak selalu menghasilkan buah yang cepat atau dihargai.
➡️ Jika identitas kita bergantung pada kemampuan diri sendiri, maka kita akan:
- Mudah kecewa saat gagal
- Marah saat tidak diakui
- Iri saat orang lain lebih berhasil
“...dan akhirnya kita akan menggunakan orang lain sebagai alat untuk mencapai impian kita.”
Ini peringatan keras!
Tanpa sadar, kita mulai memperalat orang, menjadikan mereka “tangga” demi ambisi pribadi, bahkan dalam pelayanan rohani.
Bangunlah identitas di atas apa yang telah Tuhan kerjakan untukmu. Bukan di atas apa yang kamu coba buktikan kepada Tuhan.
Karena kasih karunia melahirkan kerendahan hati, tetapi ambisi rohani melahirkan manipulasi.
Matthew Henry menegaskan bahwa:
“Sara terlalu tergesa-gesa. Ketika iman mulai goyah, manusia cenderung mengambil alih rencana Tuhan dengan rencana mereka sendiri, dan itu biasanya berujung petaka.”
Ada tertulis dalam Amsal 3:5-6 (TB) : Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.
Matthew Henry (Komentari Alkitab Klasik):
“Ketika kita sepenuhnya mempercayai Tuhan dan tidak bergantung pada cara kita sendiri, maka kita meletakkan kehormatan terbesar kepada Tuhan. Dan itu adalah cara untuk mendapatkan bimbingan terbaik.”
Charles Spurgeon berkata:
“Ini bukan hanya tentang mempercayai Tuhan dalam hal-hal besar, tetapi dalam hal-hal kecil sekalipun, pengertian kita sering kali menjadi musuh iman kita.”
Rick Warren menambahkan:
“Kepercayaan kepada Tuhan selalu mendahului kejelasan. Tuhan menguji iman sebelum menunjukkan arah.”
Karena itu...
Ketika keputusan terasa rumit → Libatkan Tuhan dulu
Saat kita merasa pintar → Rendahkan hati
Saat jalan terlihat salah → Percaya bahwa Tuhan bisa meluruskannya
Jangan andalkan logika manusia yang terbatas, andalkan Tuhan yang tak terbatas. Tuhan tak perlu menjelaskan ketika kamu mempercayai-Nya sepenuhnya.
Jadi, hal-hal yang menjadi pelajaran yang dapat diambil adalah:
1. Seringkali menunggu dalam iman adalah tindakan percaya bahwa waktu Tuhan lebih sempurna daripada waktu kita.
2. Janji Tuhan tidak perlu dibantu, hanya perlu dipercaya dan ditaati.
3. Ketaatan lebih baik daripada solusi cepat yang lahir dari ketidakpercayaan.
Ketika kita memaksa jalan kita sendiri, kita memang mungkin mendapatkan hasil…
Tapi seringkali hasil itu tidak disertai damai.
Firman Tuhan berkata:
Galatia 3:3-4 (TB) Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?
Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!
Jika kamu saat ini sedang menanti jawaban doa, dan hatimu mulai goyah, ingatlah:
Waktu yang panjang tidak membatalkan janji Tuhan. Waktu itu adalah ujian untuk menumbuhkan imanmu. Tuhan Yesus Kristus memberkati.
Soli Deo Gloria — Segala Kemuliaan hanya bagi Allah.
***Silahkan sahabat Kristus CMNC dapat men-sharingkan link renungan ini sekiranya dapat membangun iman gereja Tuhan lainnya, sebab semua hal ini hanya bagi kemuliaan Kristus saja. God bless you
Komentar
Posting Komentar
FORM DOA